Rabu, Februari 11, 2009

Masyarakat Masih Percaya Ekonomi 2009

Rabu, 11 Februari 2009

JAKARTA. Masyarakat dan dunia usaha masih optimis dengan kondisi perekonomian Indonesia 2009. Selain itu mereka juga mendukung meningkatnya partisipasi pemerintah dan pengetatan regulasi terhadap dunia usaha, setuju pemerintah lebih berperan aktif dalam mengintervensi dunia perbankan dan berharap dunia usaha mampu bermitra dengan pemerintah juga pihak ke tiga untuk mengatasi isu global.

Hal itu merupakan hasil survei Edelman Trust Barometer 2009 yang dilaksanakan selama November-Desember 2008. Survei dilakukan pada 4.475 responden yang dipilah menjadi dua kelompok responden elit informasi, yakni responden berusia 25-34 tahun dan 35-64 tahun.

Dalam laporannya, dunia usaha dinilai ikut bertanggungjawab menyelesaikan isu-isu ekonomi global seperti biaya energi, penyelesaian krisis keuangan, termasuk perubahan iklim dan akses layanan kesehatan. Sehingga dunia usaha harus meningkatkan koordinasi dengan pemerintah.

Direktur IndoPacific Edelman Aditya Chandra mengatakan, sekitar 82% responden menilai peran dunia usaha mengatasi isu-isu itu tidak bisa diabaikan kendati mereka sepakat bahwa pemerintah merupakan pihak paling bertanggung jawab. "88% responden percaya bahwa pemerintah sangat bertanggung jawab, dan 87% mengatakan kalangan bisnis yang sangat bertanggung jawab," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Optimisme terhadap dunia usaha ditujukkan dengan adanya 66% responden Indonesia menyatakan kepercayaan yang sama atau lebih tinggi terhadap dunia usaha dibandingkan tahun sebelumnya. Ini berbeda dengan tingkat kepercayaan di negara-negara maju yang turun drastis menyusul krisis finansial global akhir 2008 lalu.

Secara sektoral, teknologi merupakan industri paling dipercaya melakukan hal yang benar oleh 88% responden. Kepercayaan terhadap industri perbankan di Indonesia menunjukkan tren yang berlawanan dengan tren global. Sebanyak 82% responden di Indonesia menyatakan bahwa perbankan merupakan salah satu dari tiga institusi yang dipercaya, sedangkan responden global hanya 47%.

Kondisi ini menggambarkan bahwa industri perbankan di Indonesia tidak mengalami kegagalan sistemik seperti yang terjadi di negara-negara maju. Walaupun begitu ia mengingatkan bahwa kepercayaan ini bersifat dinamis. Untuk itu dunia usaha harus tetap aware perubahan kondisi. "Kalau tidak mengambil kebijakan secepatnya, kepercayaan publik akan berkurang," katanya.

Ia menambahkan, kalangan bisnis di Indonesia perlu mengevaluasi kembali cara mereka berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan. Untuk mempertahankan kepercayaan, hal yang paling penting bagi pelaku usaha adalah lebih taat pada peraturan tata kelola perusahaan, mengkomunikasikan kebijakan dan kepatuhan perseroan secara lebih jelas serta bermitra kepada pemerintah bukan mengambil sikap oposisi.

www.kontan.co.id

Tidak ada komentar: